Misteri Sebuah Desa di Pegunungan
Desa Lembah Sunyi, begitulah namanya. Terjepit di antara puncak-puncak gunung yang menjulang tinggi, desa ini jarang tersentuh peradaban luar. Kabut tebal seringkali menyelimuti lembah, memberikan kesan misterius yang tak pernah pudar. Penduduknya hidup sederhana, terisolasi, dan memegang teguh tradisi kuno yang tak banyak diketahui orang.
Misteri pertama dan yang paling membuat merinding adalah Hilangnya Anak-Anak. Setiap lima tahun sekali, tepat di malam bulan purnama ketiga belas, seorang anak dari desa itu akan menghilang tanpa jejak. Tak ada tangisan, tak ada jejak kaki, seolah ditelan kabut malam itu sendiri. Anehnya, keluarga yang kehilangan tidak pernah panik berlebihan, hanya sebuah kesedihan yang mendalam dan pasrah. Mereka menyebutnya "persembahan untuk Penjaga Gunung".
Aku, seorang peneliti budaya bernama Rian, datang ke Lembah Sunyi dengan rasa penasaran yang membuncah. Kabar tentang desa terpencil ini sampai ke telingaku melalui catatan kuno seorang penjelajah abad ke-19. Catatan itu mengisyaratkan adanya ritual aneh dan kejadian-kejadian tak wajar. Aku disambut oleh Kepala Desa, seorang pria tua bernama Pak Karta, dengan mata yang menyimpan banyak rahasia dan senyum yang tipis.
"Kau mencari cerita, Nak?" tanyanya, suaranya serak seperti gesekan daun kering. "Di sini, cerita bukanlah untuk dicari, melainkan untuk dirasakan."
Awalnya, semua tampak normal. Penduduk desa ramah, walau sedikit tertutup. Mereka bekerja di ladang, berburu, dan hidup dalam harmoni. Namun, semakin lama aku tinggal, semakin banyak kejanggalan yang kutemukan.
Keheningan yang Aneh menjadi misteri kedua. Di siang hari, desa itu dipenuhi suara aktivitas. Tapi begitu senja tiba, keheningan mutlak menyelimuti. Tak ada suara binatang malam, tak ada bisikan angin, bahkan jangkrik pun bungkam. Rasanya seperti desa itu menahan napas, menunggu sesuatu.
Lalu ada Lukisan Gua di Tebing Terlarang. Aku menemukan peta tua di sebuah rumah kosong yang kutinggali, menuntunku ke sebuah gua tersembunyi di tebing curam. Di dalamnya, terpahat lukisan-lukisan kuno yang menggambarkan sesosok makhluk bertanduk, tinggi, dengan mata merah menyala, sedang "menerima" seorang anak kecil yang digenggamnya. Di bawah lukisan itu, terdapat tulisan dalam aksara kuno yang berhasil kuterjemahkan sebagian: "Setiap lima purnama ketiga belas, satu jiwa… untuk kedamaian desa." Jantungku berdebar kencang. Ini bukan sekadar mitos.
Malam bulan purnama ketiga belas pun tiba. Kabut turun begitu pekat, menelan segala cahaya. Aku bersembunyi di balik semak-semak dekat rumah Pak Karta, mengikuti insting. Dari kejauhan, kulihat Pak Karta keluar rumah bersama seorang anak perempuan kecil, kira-kira berusia lima tahun. Gadis itu tidak menangis, tidak meronta. Dia hanya berjalan pelan, menggandeng tangan Pak Karta, menuju hutan lebat di pinggir desa.
Aku memberanikan diri mengikuti mereka dalam kegelapan dan kabut yang tebal. Langkah mereka terhenti di depan sebuah gua yang lebih besar dari yang kutemukan sebelumnya, dengan ukiran serupa di depannya. Tiba-tiba, dari dalam gua, muncul Kilatan Cahaya Biru dan Suara Aneh. Bukan suara langkah kaki, tapi semacam desisan rendah dan hembusan angin dingin yang menusuk tulang. Aku melihat siluet Pak Karta dan anak itu berdiri di ambang gua, lalu… cahaya biru itu memudar, dan mereka berdua menghilang ditelan kegelapan gua.
Keesokan paginya, matahari bersinar terang. Kabut lenyap. Aku kembali ke desa, hatiku penuh ketakutan dan pertanyaan. Aku melihat Pak Karta sedang bekerja di ladang, wajahnya tampak damai. Ketika aku menanyakan tentang anak yang hilang, dia hanya tersenyum tipis.
"Itu adalah bagian dari kehidupan kami, Nak," katanya. "Penjaga Gunung selalu mengambil apa yang menjadi haknya, dan sebagai balasannya, kami hidup damai, jauh dari malapetaka."
Aku tak tahu harus percaya atau tidak. Apakah "Penjaga Gunung" itu makhluk nyata? Atau ada penjelasan logis yang lebih mengerikan di balik hilangnya anak-anak itu? Yang pasti, Misteri Lembah Sunyi akan terus menghantuiku, dan aku tahu, aku tak akan pernah bisa mengungkap seluruh rahasianya. Ada hal-hal di dunia ini yang lebih baik tetap menjadi misteri, tersembunyi di balik kabut tebal di puncak-puncak pegunungan.
Comments
Post a Comment