Hidupku Bahagia Bersama Lelaki Berbeda Dunia
Namaku Anya, dan kisah cintaku mungkin terdengar seperti dongeng. Bukan karena dia seorang pangeran atau kaya raya, tapi karena dunia kami benar-benar terpisah, seolah kami hidup di dimensi yang berbeda. Aku seorang perancang busana muda yang selalu terobsesi dengan warna-warna cerah, tren terbaru, dan hiruk pikuk kota. Dunianya adalah keheningan, dedaunan hijau, dan bisikan angin gunung. Dia adalah Arjuna, seorang pelukis lanskap yang hidup di sebuah pondok terpencil di kaki pegunungan, jauh dari keramaian dan modernitas.
Kami bertemu saat aku sedang mencari inspirasi untuk koleksi busana etnikku. Aku tersesat di sebuah jalan setapak yang seharusnya membawaku ke desa pengrajin, malah berakhir di depan pondok Arjuna. Pintu pondoknya terbuka, memperlihatkan sebuah kanvas besar yang belum selesai, menampilkan pemandangan gunung yang begitu hidup, seolah bernapas. Aku terpesona.
Arjuna muncul dari dalam, wajahnya dipenuhi cat, dengan mata yang teduh seperti danau di pagi hari. Kami mulai bicara, canggung pada awalnya, lalu mengalir begitu saja. Aku bicara tentang kain sutra, mode adibusana, dan pameran di kota besar. Dia bicara tentang pigmen alami, cahaya matahari yang berubah di pucuk pohon, dan kesunyian yang membawa inspirasi. Dunia kami adalah dua kutub yang berlawanan.
Anehnya, perbedaan itu justru yang menarik kami. Aku yang selalu dikejar waktu, menemukan ketenangan di sisi Arjuna. Dia yang terbiasa dengan kesendirian, menemukan keceriaan dan warna baru dalam hidupnya. Kami sering menghabiskan waktu bersama. Aku akan menemaninya melukis di tepi sungai, sementara dia akan sabar mendengarkan ceritaku tentang bahan baru atau ide desain. Dia mengajariku melihat keindahan dalam kesederhanaan, dan aku mengenalkannya pada keberanian untuk bermimpi lebih besar.
Tentu saja, banyak yang meragukan hubungan kami. Teman-temanku di kota menganggap Arjuna terlalu kuno, tidak gaul. Keluarga Arjuna khawatir aku akan "menariknya" dari dunia yang dicintainya. "Bagaimana kalian bisa bersama?" tanya seorang teman, "Dia seniman gunung, kamu wanita kota yang stylish!"
Aku hanya tersenyum. Mereka tidak mengerti. Cinta kami adalah jembatan antara dua dunia. Kami tidak berusaha mengubah satu sama lain, melainkan merangkul perbedaan itu. Aku masih suka mengikuti tren, dan dia masih suka melukis di pondoknya yang sunyi. Tapi sekarang, tren bajuku seringkali terinspirasi dari warna-warna alam yang dia lukis, dan kanvasnya kadang dihiasi siluet wanita dengan gaun rancanganku.
Kami belajar untuk berkompromi. Aku akan menghabiskan beberapa minggu di pondoknya, membantu mengelola galeri online kecilnya, dan belajar cara memetik teh herbal. Dia akan datang ke kota bersamaku untuk beberapa hari, menghadiri pameran seninya sendiri, dan terkadang duduk di barisan depan acara peragaan busanaku, meskipun dia mungkin tidak mengerti apa pun tentang mode.
Kehidupan kami tidak sempurna. Terkadang ada salah paham karena perbedaan pandangan. Namun, kami selalu kembali pada inti hubungan kami: saling menghargai, saling mendukung, dan memahami bahwa kebahagiaan sejati bukan tentang memiliki kesamaan, melainkan menemukan harmoni dalam perbedaan.
Di bawah langit malam yang bertabur bintang, jauh dari lampu-lampunya kota, kami duduk di teras pondok Arjuna. Aku bersandar di bahunya, merasakan kehangatan dan kedamaian yang tak kutemukan di tempat lain.
"Kamu bahagia?" bisiknya, suaranya seperti melodi yang menenangkan.
Aku mendongak, menatap matanya yang memantulkan cahaya bulan. "Sangat," jawabku tulus. "Karena bersamamu, aku tidak harus memilih satu dunia. Hidupku bahagia bersama lelaki berbeda dunia ini, karena kita berdua menciptakan dunia baru kita sendiri, dunia di mana senja pegunungan bertemu dengan gemerlap lampu kota, dan keindahan ditemukan di setiap perbedaan."
Comments
Post a Comment