Terjerat Cinta Pada Pandangan Pertama

Mentari pagi menyapa lembut kota Phnom Penh yang mulai menggeliat. Di sebuah kedai kopi kecil dengan aroma kopi Khmer yang kuat, seorang pemuda bernama Dara sedang menikmati sarapannya sebelum memulai harinya sebagai seorang pemandu wisata. Matanya sesekali melirik ke arah pintu, menunggu seorang teman yang berjanji akan menemuinya.

Tak lama kemudian, pintu terbuka dan seorang wanita anggun melangkah masuk. Cahaya pagi yang menerpa dari luar seolah membingkai siluetnya. Rambutnya tergerai indah, dan senyum tipis yang menghiasi wajahnya memancarkan kehangatan yang langsung menyentuh hati Dara. Wanita itu terlihat sedikit kebingungan, seolah mencari seseorang.

Tanpa sadar, Dara terpaku. Waktu seolah berhenti berputar, dan segala kebisingan di sekitarnya meredam. Ia hanya bisa melihat wanita itu, merasakan sebuah getaran aneh yang belum pernah ia alami sebelumnya. Ini bukan sekadar ketertarikan biasa; ada sesuatu yang lebih dalam, sebuah koneksi instan yang terasa begitu kuat dan nyata.

Wanita itu akhirnya menemukan seseorang yang ia cari di sudut kedai. Dara tersadar dari lamunannya, jantungnya masih berdebar kencang. Ia mencoba mengalihkan perhatiannya pada kopinya, namun bayangan wajah wanita itu terus terlintas di benaknya. Ia bertanya-tanya siapa namanya, dari mana asalnya, dan mengapa kehadirannya begitu memukau.

Takdir seolah sedang bermain-main. Teman Dara yang terlambat datang ternyata adalah teman dari wanita itu. Mereka saling menyapa dengan hangat, dan Dara akhirnya memiliki kesempatan untuk mendengar namanya: Srey. Suaranya lembut seperti alunan musik tradisional Khmer.

Selama beberapa menit berikutnya, Dara hanya bisa mencuri pandang ke arah Srey sambil berpura-pura mengobrol dengan temannya. Ia menangkap setiap senyumnya, setiap gerak tubuhnya yang anggun. Rasa yang belum pernah ia kenal sebelumnya tumbuh dengan cepat di dalam hatinya, sebuah keyakinan kuat bahwa ia ingin mengenal wanita ini lebih jauh.

Ketika Srey dan temannya berpamitan, Dara merasa ada sesuatu yang hilang. Ia memberanikan diri untuk bertanya kepada temannya tentang Srey. Ia ingin tahu segalanya tentang wanita itu.

"Dia turis dari Prancis," kata temannya. "Sedang berlibur beberapa hari di sini."

Prancis. Jauh sekali. Namun, jarak seolah tidak menjadi penghalang bagi perasaan yang sudah terlanjur bersemi di hati Dara. Ia merasa harus melakukan sesuatu, meskipun ia tidak tahu harus mulai dari mana.

Keesokan harinya, Dara kembali ke kedai kopi yang sama, berharap bisa bertemu Srey lagi. Keberuntungan tersenyum padanya. Srey sedang duduk sendirian di meja yang sama, membaca buku dengan serius.

Dengan jantung berdebar kencang, Dara memberanikan diri menghampirinya. "Permisi," sapanya dengan suara sedikit gugup. "Apakah kamu Srey?"

Srey mendongak, menatap Dara dengan mata cokelatnya yang indah. "Ya, benar. Kamu...?"

"Saya Dara," jawabnya. "Saya melihatmu di sini kemarin. Teman saya mengenal temanmu."

Srey tersenyum ramah. "Oh, ya. Dunia memang kecil."

Dari percakapan singkat itu, Dara memberanikan diri menawarkan diri untuk menunjukkan beberapa tempat menarik di Phnom Penh kepada Srey. Awalnya Srey ragu, namun keramahan dan ketulusan Dara berhasil meluluhkan hatinya.

Selama beberapa hari berikutnya, Dara dan Srey menghabiskan waktu bersama. Dara menunjukkan kuil-kuil kuno yang megah, pasar-pasar tradisional yang ramai, dan menceritakan kisah-kisah tentang budaya dan sejarah Kamboja. Sambil berjalan dan berbagi cerita, benih-benih cinta pada pandangan pertama itu semakin tumbuh subur. Mereka menemukan kesamaan dalam banyak hal, meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda.

Waktu berlalu terlalu cepat. Tibalah hari ketika Srey harus kembali ke Prancis. Di bandara, sebelum berpisah, mereka saling bertukar pandang. Ada kesedihan yang jelas terpancar di mata keduanya, namun juga ada harapan yang tak terucapkan.

Dara memberanikan diri menggenggam tangan Srey. "Saya tahu ini terdengar gila," katanya dengan suara pelan, "tapi sejak pertama kali melihatmu, saya merasa ada sesuatu yang berbeda. Saya... saya jatuh cinta padamu."

Air mata menggenang di mata Srey. "Saya juga merasakan hal yang sama, Dara," bisiknya. "Saya tidak menyangka akan merasakan ini di sini."

Meskipun jarak membentang di antara mereka, cinta pada pandangan pertama itu telah menorehkan jejak yang mendalam di hati Dara dan Srey. Mereka berjanji untuk tetap berhubungan, berharap suatu hari nanti takdir akan mempertemukan mereka kembali. Cinta, bahkan yang tumbuh secepat kilat, terkadang memiliki kekuatan yang luar biasa untuk mengubah hidup seseorang selamanya. Bagi Dara, Srey bukan hanya seorang wanita yang ia temui secara kebetulan, tetapi juga bukti bahwa cinta pada pandangan pertama memang ada, dan ia telah terjerat di dalamnya.

Comments

Popular posts from this blog

Fatamorgana

Penantian Tanpa Akhir

Ambiguitas dan Mimpi