Perempuan Yang Pernah Memenjarakanku Dengan Cinta
Namanya Maya. Pertemuan kami seperti adegan klise dalam film romantis : di sebuah kedai kopi hujan sore itu. Senyumnya hangat seperti matahari setelah badai, dan matanya menyimpan cerita yang membuatku penasaran. Kami berbincang berjam-jam, merasa seperti dua jiwa yang akhirnya menemukan rumah masing-masing. Awalnya, bersamanya terasa seperti kebebasan yang sesungguhnya. Aku bisa menjadi diriku apa adanya, tanpa perlu topeng atau pretensi. Maya menerima semua keanehanku, bahkan menyukainya. Dunianya menjadi duniaku, dan aku bahagia berada di dalamnya. Namun, seiring berjalannya waktu, kehangatan itu perlahan berubah menjadi api yang membakar. Cintanya, yang dulu terasa seperti pelukan erat, kini terasa seperti rantai yang mengikat. Dia ingin aku selalu ada di sisinya, setiap waktu, setiap saat. Ke mana pun aku pergi, harus ada izin dan penjelasannya. Teman-temanku mulai menjauh karena aku selalu menghindar demi bersamanya. Hobiku , yang dulu menjadi pelarianku, kini terasa seperti peng...