7.200 Detik Untuk Mama
Hujan rintik-rintik membasahi jendela kamar rumah sakit itu. Di dalamnya, seorang pemuda bernama Raka duduk di samping ranjang, menggenggam tangan ibunya yang terbaring lemah. Waktu terus berjalan, namun bagi Raka, detik-detik itu terasa begitu berat.
Dokter telah memberitahunya bahwa kondisi ibunya semakin memburuk. Jika beruntung, ia hanya memiliki dua jam lagi—7.200 detik—untuk menghabiskan waktu bersama wanita yang telah membesarkannya dengan penuh cinta.
"Ma, aku di sini," bisik Raka, suaranya bergetar.
Wanita itu membuka matanya perlahan, menatap putranya dengan senyum lemah. "Anakku... kamu sudah makan?"
Di tengah rasa sakit yang menggerogoti tubuhnya, hal pertama yang ia pikirkan tetaplah Raka—seperti biasa.
Raka menggeleng pelan, berusaha menahan air mata. "Aku nggak lapar, Ma. Aku cuma mau di sini, sama Mama."
Ibunya tersenyum, seolah menenangkan hatinya yang gelisah. "Dulu waktu kamu kecil, kamu juga suka begini. Kalau lagi sakit, maunya terus di dekat Mama..."
Raka mengangguk. Kenangan-kenangan itu berputar dalam benaknya—ibunya yang selalu menemaninya saat demam, yang selalu menungguinya pulang sekolah, yang selalu memastikan ia baik-baik saja sebelum tidur.
Dan kini, ia yang harus menemaninya di saat-saat terakhir.
Detik terus berjalan. 5.400 detik tersisa.
"Raka... kalau Mama nggak ada nanti, jangan lupa makan yang teratur, ya? Jangan kerja terus..."
"Ma, jangan ngomong gitu," potong Raka cepat. Ia tahu waktu mereka terbatas, tapi hatinya belum siap.
Ibunya hanya tersenyum lagi. Senyum yang penuh kasih sayang, namun menyimpan kesedihan yang dalam.
3.600 detik tersisa.
"Mama bangga sama kamu, Nak..."
Kata-kata itu membuat dada Raka sesak. Ia ingin membalas, ingin mengatakan betapa ia juga bangga memiliki ibu seperti beliau. Namun, suaranya tertahan.
1.800 detik tersisa.
"Mama... aku sayang Mama," lirih Raka, air matanya akhirnya jatuh.
Ibunya menggenggam tangannya sedikit lebih erat. "Mama juga... selalu..."
Dan akhirnya, detik terakhir itu pun tiba.
Jemari yang tadi hangat kini melemah. Nafas yang tadi lirih kini terhenti.
Raka masih menggenggam tangan itu, menatap wajah ibunya yang kini tampak begitu damai.
7.200 detik yang ia habiskan bersama sang ibu telah berlalu—terlalu cepat, terlalu singkat. Tapi ia tahu, cinta ibunya akan selalu ada dalam setiap detik hidupnya yang tersisa.
Comments
Post a Comment