Butir Butir Memori yang Terlupakan
Kabut tipis melingkupi rumah tua itu, seolah menyembunyikan rahasia yang telah lama terkubur. Di dalamnya, Elara menyusuri koridor yang dingin, setiap langkahnya menggemakan kesunyian. Ia datang ke sana, ke rumah peninggalan neneknya, dengan satu tujuan: mencari butir-butir memori yang terlupakan. Bukan miliknya, melainkan milik neneknya, yang di akhir hidupnya sering kali terperangkap dalam labirin masa lalu yang terputus-putus.
Di loteng yang berdebu, di antara tumpukan barang antik dan kain-kain usang, Elara menemukan sebuah kotak kayu tua. Kotak itu tidak terkunci, seolah menunggu untuk dibuka. Di dalamnya, ada koleksi benda-benda kecil: sebuah kancing kerang yang sudah pudar warnanya, tiket bioskop yang sudah menguning dari tahun 1960-an, sebuah jepit rambut berhias mutiara imitasi, dan yang paling menarik perhatiannya, sebuah kalung liontin perak dengan ukiran nama yang samar. Nama itu adalah "Arjuna."
Elara tak pernah mendengar nama itu dari neneknya. Neneknya selalu bercerita tentang kakek, tentang masa muda mereka yang sederhana namun penuh cinta. Arjuna ini, siapa dia? Rasa penasaran membuncah. Setiap benda kecil itu terasa seperti petunjuk, bisikan dari masa lalu yang tersembunyi.
Ia mulai meneliti. Tiket bioskop itu mengarahkannya ke sebuah bioskop tua di pusat kota yang kini sudah menjadi reruntuhan. Kancing kerang itu mengingatkannya pada mantel tua yang sering neneknya kenakan di foto. Namun, liontin Arjuna adalah misteri terbesar.
Beberapa hari kemudian, saat membersihkan lemari pakaian nenek, Elara menemukan sebuah buku harian lusuh. Halamannya tipis dan tulisannya rapi, namun di beberapa bagian, tintanya memudar dan sulit dibaca. Dengan hati-hati, ia membuka halaman-halaman itu. Di sanalah, antara baris-baris cerita tentang perang, kesulitan, dan harapan, Elara menemukan kisah tentang Arjuna.
Arjuna adalah cinta pertama neneknya, seorang pemuda yang berjanji akan kembali setelah perang. Mereka bertukar liontin sebagai tanda. Namun, Arjuna tak pernah kembali. Neneknya menunggu, bertahun-tahun, sebelum akhirnya menerima takdir dan membuka hati untuk kakek. Kisah Arjuna tak pernah diceritakan, tidak karena neneknya ingin melupakannya, tapi karena itu adalah bagian dari masa lalu yang terlalu perih untuk dibuka kembali. Itu adalah butir memori yang sengaja disimpan, namun tidak dilupakan.
Elara menelusuri kisah itu dengan hati tercabik. Ia merasakan beban rahasia yang telah lama dipikul neneknya. Memori itu bukan terlupakan, melainkan tersimpan rapi dalam sudut hati, menunggu untuk ditemukan. Ketika Elara memegang liontin "Arjuna", ia tidak lagi merasakan beban duka, melainkan sebuah pemahaman mendalam tentang kompleksitas hati manusia. Ia menyadari bahwa memori, baik yang pahit maupun manis, adalah benang-benang yang membentuk siapa kita. Dan kadang, butir-butir yang terlupakan itulah yang paling banyak bercerita tentang perjalanan jiwa.
Comments
Post a Comment