Memory yang Hilang Dalam Kegelapan

Udara dingin menusuk kulit, berpadu dengan bau amis laut dan lumut tua. Aku membuka mata, namun yang kulihat hanya kegelapan absolut. Bukan gelapnya malam, melainkan ketiadaan cahaya yang mutlak, seperti terperangkap dalam sumur tak berdasar. Rasa panik mulai merayap, mencengkeram dadaku.

"Halo?" suaraku terdengar serak, asing di telingaku sendiri. Tak ada jawaban, hanya gema yang menghilang ditelan kehampaan.

Aku mencoba bergerak, namun tubuhku terasa kaku, berat, seolah baru terbangun dari tidur yang sangat panjang. Di mana aku? Bagaimana aku bisa di sini? Pertanyaan-pertanyaan itu berdengung di kepalaku, namun tak ada satu pun jawaban yang muncul. Ingatanku kosong. Sebuah kekosongan yang mengerikan, seperti sebuah lemari besar yang seharusnya penuh kenangan, namun kini hampa melompong.

Aku mencoba meraih sesuatu, merasakan permukaan yang dingin dan licin. Batu? Dinding? Perlahan, jemariku menyentuh tekstur kasar, kemudian menyusuri celah yang sempit. Ada celah! Sebuah secercah harapan di tengah keputusasaan. Dengan susah payah, aku merangkak, menggerakkan tubuhku yang lemas menuju celah itu.

Setelah perjuangan yang terasa abadi, aku berhasil merangkak keluar. Mataku mengerjap, terkejut oleh cahaya rembulan yang samar-samar. Aku berada di sebuah pantai berbatu, dikelilingi tebing-tebing curam yang menjulang tinggi, seolah aku baru saja dimuntahkan oleh perut bumi. Ombak berdebur lembut, memecah kesunyian, dan angin laut menerpa wajahku, membawa aroma garam dan rahasia yang tak terucapkan.

Aku mencoba berdiri, namun kakiku lemas. Aku jatuh berlutut, menatap pantulan diriku di genangan air: seorang wanita, dengan rambut hitam panjang yang acak-acakan dan pakaian compang-camping. Wajah itu... terasa familier, namun sama sekali asing. Siapa aku?

Aku berjalan gontai menyusuri pantai, mencari jejak, petunjuk. Setiap langkah terasa seperti menginjak ketiadaan. Ada sebuah luka menganga di pergelangan tanganku, bekas sayatan yang sudah mengering. Apakah ini penyebab hilangnya ingatanku? Atau justru akibat dari sesuatu yang lain?

Beberapa meter di depanku, tergeletak sebuah kalung, berkilauan di bawah cahaya bulan. Liontinnya berbentuk kunci kuno, dan diukir dengan inisial "A.M.". Aku meraihnya, merasakan kehangatan yang aneh menjalari jemariku. Sebuah kilasan singkat muncul di benakku: tawa seorang pria, suara seruling yang merdu, dan aroma bunga melati. Lalu, kegelapan kembali menelan semuanya.

Aku terus berjalan, mengikuti naluri yang samar, hingga akhirnya menemukan sebuah gua tersembunyi di balik semak belukar. Ada cahaya redup dari dalam. Rasa takut dan penasaran bercampur aduk, namun naluriku menyuruhku masuk.

Di dalam gua, aku menemukan sebuah perkampungan kecil yang sunyi. Rumah-rumah kayu sederhana berjejer, dan di tengahnya, sebuah api unggun menyala redup. Seorang wanita tua dengan rambut perak dan mata bijaksana duduk di dekat api, merajut sesuatu. Dia menatapku tanpa terkejut, seolah telah menungguku.

"Kau kembali, Nak," katanya, suaranya lembut seperti bisikan angin. "Sudah lama kami menunggumu."

"Aku... aku tidak ingat," kataku, air mata mulai mengalir. "Siapa aku? Apa yang terjadi?"

Wanita tua itu tersenyum sendu. "Namamu Aurora Maya. Kau adalah penjaga Cahaya Hati, permata yang menyatukan memori dan harapan. Beberapa waktu lalu, kau terluka parah saat melindunginya dari mereka yang ingin merebutnya. Mereka mengambil Cahaya Hati, dan dengan itu, sebagian besar ingatanmu ikut pergi."

Dia menunjuk ke arah tebing curam di ujung pantai. "Di sanalah mereka menyembunyikannya, di balik ilusi kegelapan. Dan hanya kau yang bisa mengembalikannya, dengan menemukan potongan-potongan ingatanmu yang tersebar."

Jantungku berdebar. Memory yang Hilang dalam Kegelapan ternyata adalah sebuah kunci, sebuah misi. Kunci di kalungku terasa lebih berat di tanganku. Aku tidak tahu siapa "mereka" itu, atau mengapa mereka menginginkan Cahaya Hati. Tapi aku tahu satu hal: aku harus menemukan kepingan-kepingan ingatanku, untuk mengungkap kebenaran, dan untuk mengembalikan apa yang telah hilang. Perjalanan untuk menemukan diriku yang sebenarnya baru saja dimulai, menembus kabut amnesia dan bahaya yang tak terlihat.

Comments

Popular posts from this blog

Fatamorgana

Penantian Tanpa Akhir

Ambiguitas dan Mimpi