Nasi Goreng Ala Kos Kosan
Bagi anak kos seperti Roni, nasi goreng bukan sekadar makanan. Ia adalah penyelamat di tanggal tua, teman setia saat begadang mengerjakan tugas, dan simbol kemandirian di tengah hiruk pikuk kehidupan rantau. Resepnya? Tentu saja "ala kos-kosan" – fleksibel, praktis, dan memanfaatkan apa pun yang tersisa di dapur mungilnya.
Malam itu, perut Roni keroncongan hebat. Akhir bulan memang selalu menjadi masa-masa sulit. Di kulkas hanya tersisa sebungkus nasi dingin sisa makan siang, sebutir telur yang kesepian, beberapa helai sawi layu, dan sepotong sosis ayam yang sudah tinggal separuh. Jangan lupakan sejumput bawang merah dan putih yang selalu setia menemani.
Dengan semangat seorang koki bintang lima (versi hemat), Roni mulai beraksi. Pertama, tentu saja, nasi dingin dikeluarkan dari kulkas dan dihangatkan sebentar agar tidak terlalu menggumpal. Kemudian, bawang merah dan putih diiris tipis-tipis dengan pisau tumpul andalannya. Aroma pedas bawang mulai memenuhi seisi kamar kos yang sempit.
Wajan legendarisnya, yang sudah menemani suka duka selama dua tahun ngekos, diletakkan di atas kompor gas mini. Sedikit minyak goreng – sisa menggoreng tempe kemarin – dituang dan dipanaskan. Aroma minyak panas bercampur dengan bau bawang yang mulai harum.
"Cekrekk!" Suara telur pecah memecah keheningan. Telur itu diorak-arik kasar di dalam wajan, menghasilkan butiran-butiran kuning yang menggugah selera. Setelah matang, telur disisihkan di pinggir wajan.
Giliran sosis ayam yang malang. Dipotong serong alakadarnya, lalu dimasukkan ke dalam wajan. Bunyi mendesisnya sosis menambah orkestra malam itu. Sawi yang layu pun tak luput dari nasib yang sama. Diiris kasar dan dimasukkan ke dalam wajan, memberikan sentuhan hijau meskipun tidak segar lagi.
Tibalah saatnya bintang utama: nasi dingin. Dengan cekatan, Roni memasukkan nasi ke dalam wajan, diaduk-aduk bersama bawang, telur, sosis, dan sawi. Aroma gurih nasi bercampur dengan aroma bawang, telur, dan daging, menciptakan bau surga bagi perut yang lapar.
Sentuhan terakhir adalah bumbu rahasia ala kos-kosan. Biasanya hanya kecap manis yang selalu setia menemani. Tapi malam itu, Roni menemukan sebungkus kecil saus sambal sisa pesan pizza beberapa hari lalu. Tanpa ragu, saus sambal itu ditambahkan, memberikan sedikit rasa pedas yang membangkitkan semangat.
Semua bahan diaduk rata hingga warnanya berubah menjadi cokelat keemasan yang menggoda. Suara sendok beradu dengan wajan menjadi musik pengiring proses memasak yang sederhana namun penuh cinta.
Akhirnya, nasi goreng ala kos-kosan itu siap disantap. Roni menuangkannya ke piring melaminnya yang sudah agak gompal di pinggirnya. Meskipun penampilannya jauh dari kata mewah, aromanya sudah cukup untuk membuat air liur menetes.
Di atas nasi goreng itu, Roni menambahkan beberapa kerupuk udang sisa oleh-oleh dari kampung halaman yang sudah agak melempem. Tak lupa, segelas air putih dingin menjadi pelengkap wajib.
Sambil menikmati suapan pertama, Roni tersenyum tipis. Nasi goreng ini memang sederhana, bahkan mungkin bagi sebagian orang terlihat menyedihkan. Tapi baginya, setiap butir nasi mengandung cerita: perjuangan hemat di akhir bulan, kehangatan di tengah kesendirian, dan kreativitas untuk memanfaatkan apa pun yang ada.
Nasi goreng ala kos-kosan bukan hanya tentang mengisi perut yang lapar. Ia adalah simbol ketahanan hidup, kemampuan untuk beradaptasi, dan rasa syukur atas hal-hal kecil. Ia adalah masakan yang lahir dari keterbatasan, namun justru di situlah letak keistimewaannya.
Mungkin di kamar kos lain di seluruh penjuru negeri, ada anak-anak rantau lain yang sedang menikmati nasi goreng versi mereka sendiri. Dengan bahan yang berbeda, bumbu yang mungkin lebih unik, tapi dengan semangat yang sama: bertahan hidup dengan rasa yang tetap nikmat.
Dan bagi Roni, malam itu, nasi goreng ala kos-kosan terasa lebih lezat dari hidangan bintang lima manapun. Ia adalah pengingat bahwa kebahagiaan dan kepuasan bisa ditemukan dalam kesederhanaan, bahkan dalam sepiring nasi goreng yang dibuat dengan cinta dan sedikit sentuhan "ala kadarnya".
Comments
Post a Comment