Dari Aku Yang Harus Mengikhlaskan Kamu
- Get link
- X
- Other Apps
Angin sore menerpa wajahku lembut, sama lembutnya dengan sentuhanmu dulu. Aku duduk di bangku taman ini, tempat yang dulu sering kita datangi. Dulu, tawa kita seringkali memecah keheningan sore, menciptakan melodi indah yang kini hanya tinggal kenangan.
Waktu terus berjalan, seperti sungai yang tak pernah berhenti mengalir. Namun, ada satu titik di hatiku yang terasa beku, membeku oleh kenyataan bahwa kamu tak lagi di sisiku. Bukan karena kepergianmu yang tiba-tiba, tapi karena sebuah pilihan yang bukan menjadi milikku. Kamu memilih jalan yang berbeda, dan aku, dengan segala cinta yang kupunya, harus belajar untuk merelakannya.
Awalnya, penolakan menjadi benteng pertahanku. Aku mencoba meyakinkan diri bahwa ini hanyalah mimpi buruk yang akan segera berakhir. Aku mencari-cari alasan, menyalahkan keadaan, bahkan menyalahkan diriku sendiri. Setiap sudut kota ini terasa dipenuhi bayang-bayangmu, setiap lagu yang terputar mengingatkanku pada kita. Rasa sakit itu begitu nyata, mencengkeram dadaku hingga sesak.
Malam-malamku dipenuhi air mata dan pertanyaan tanpa jawaban. Mengapa harus kamu? Mengapa harus berakhir seperti ini? Aku merindukan senyummu, canda tawamu, bahkan hal-hal kecil yang dulu terasa biasa saja kini menjadi begitu berharga. Aku menggenggam erat kenangan kita, seolah takut jika melepaskannya, kamu akan benar-benar hilang.
Namun, seiring berjalannya waktu, aku mulai menyadari satu hal. Menggenggam erat masa lalu hanya akan membuatku tertinggal. Kamu sudah berjalan jauh, dan aku masih berdiri terpaku di tempat yang sama. Aku mulai lelah dengan rasa sakit ini, lelah dengan air mata yang tak kunjung kering.
Proses mengikhlaskan ternyata tidak seindah yang dikatakan orang. Ini adalah perjalanan panjang yang penuh dengan naik dan turun. Ada hari-hari di mana aku merasa baik-baik saja, seolah luka itu mulai mengering. Namun, ada juga hari-hari di mana kenangan tentangmu kembali menyeruak, menusuk hatiku lebih dalam dari sebelumnya.
Aku belajar untuk menerima bahwa setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Bahwa setiap cerita, seindah apapun, pasti memiliki akhir. Kamu hadir dalam hidupku sebagai bab yang indah, dan meskipun bab itu telah selesai, keindahannya akan tetap tersimpan dalam ingatanku.
Perlahan, aku mulai belajar untuk melihat ke depan. Aku mulai membuka diri untuk hal-hal baru, untuk orang-orang baru. Bukan untuk menggantikanmu, karena kamu akan selalu memiliki tempat istimewa di hatiku. Tapi untuk melanjutkan hidupku, untuk menulis babak baru dalam ceritaku.
Mengikhlaskan bukan berarti melupakan. Aku akan tetap mengingatmu, mengenang semua momen indah yang pernah kita lalui bersama. Tapi kini, kenangan itu tidak lagi terasa menyakitkan. Kenangan itu menjadi bagian dari diriku, pelajaran berharga yang membuatku menjadi pribadi yang lebih kuat.
Hari ini, di bangku taman ini, aku merasakan kedamaian yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Angin sore tidak lagi terasa seperti sentuhanmu, tapi sebagai hembusan kebebasan. Aku melepaskanmu dengan senyuman, bukan lagi dengan air mata.
Terima kasih telah menjadi bagian dari hidupku. Terima kasih untuk semua cinta dan kebahagiaan yang pernah kamu berikan. Kini, aku harus melanjutkan perjalananku sendiri. Aku harus mengikhlaskanmu, bukan karena aku tidak lagi mencintaimu, tapi karena aku mencintai diriku sendiri lebih dari rasa sakit ini.
Selamat jalan, kamu. Semoga kamu bahagia di jalan yang telah kamu pilih. Dan aku, akan baik-baik saja. Aku akan belajar untuk berbahagia dengan caraku sendiri. Ini adalah cerita dari aku, yang akhirnya bisa mengikhlaskan kamu.
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment