Cinta Berlapis Permen Karet
Aroma mint dan manis selalu mengingatkanku pada Anya. Bukan parfum mewahnya, melainkan aroma permen karet berlapis yang selalu ia kunyah dengan santai, bahkan saat sedang berpikir keras. Lapisan luarnya yang manis dan renyah akan segera berganti dengan lapisan tengah yang lebih lembut dan rasa buah yang segar, sebelum akhirnya mencapai inti yang kenyal dan rasa mint yang kuat. Begitulah Anya, pikirku dulu – penuh kejutan dan selalu ada hal baru untuk dieksplorasi.
Kami bertemu di sebuah kedai kopi kecil di sudut kota yang ramai. Aku, seorang mahasiswa arsitektur yang sedang berkutat dengan sketsa bangunan impian, dan Anya, seorang penulis lepas dengan mata setajam elang yang selalu mengamati sekelilingnya. Ia memesan kopi hitam pahit dan sebungkus permen karet berlapis rasa stroberi-mint. Aku terpesona dengan caranya menikmati permen itu, seolah setiap lapisan adalah babak baru dalam harinya.
Ketertarikan awal kami seperti lapisan gula permen karet – manis dan menyenangkan. Kami menghabiskan sore demi sore berbagi cerita, tawa, dan mimpi. Aku menceritakan obsesiku pada garis dan ruang, sementara Anya menyelamiku dengan kisah-kisah tentang karakter fiksi yang hidup di benaknya. Lapisan demi lapisan persahabatan kami terkupas, mengungkapkan kesamaan visi dan nilai yang tak terduga.
Kemudian, rasa buah yang segar mulai terasa. Ada getaran yang berbeda saat tatapan kami bertemu terlalu lama, sentuhan yang terasa lebih dari sekadar keakraban. Kami mulai menjelajahi kota bersama, menemukan sudut-sudut tersembunyi dan menciptakan kenangan yang terasa seperti rasa stroberi yang manis bercampur dengan kesegaran mint – unik dan tak terlupakan.
Namun, seperti permen karet yang terus dikunyah, tantangan pun datang. Kesibukan kuliahku semakin padat, tenggat waktu Anya semakin menekan. Ada kalanya kami merasa seperti lapisan inti permen karet yang kenyal – sulit untuk dipisahkan namun juga membutuhkan usaha untuk tetap bersama. Ada kesalahpahaman kecil yang terasa besar, ada jarak yang tercipta karena prioritas yang berbeda.
Aku ingat suatu malam, kami duduk terdiam di taman kota. Anya mengunyah permen karetnya dengan tatapan kosong. Aku bisa merasakan ketegangan di antara kami, seperti rasa mint yang terlalu kuat dan sedikit pahit. Aku takut, apakah lapisan-lapisan cinta kami akan habis terkikis oleh waktu dan masalah?
Namun, Anya kemudian menoleh padaku, senyum tipis menghiasi bibirnya. "Kau tahu," katanya sambil mengulurkan sisa permen karetnya, "bahkan setelah semua rasa manis dan segarnya hilang, inti dari permen karet ini tetaplah kenyal dan menyegarkan. Ia tetap ada, meskipun dengan cara yang berbeda."
Kata-katanya seperti oase di tengah gurun kekhawatiran. Aku mengerti maksudnya. Cinta kami mungkin tidak selalu terasa manis dan penuh kejutan seperti awalnya, tetapi fondasi yang kuat, inti yang kenyal dan menyegarkan, tetap ada. Itu adalah komitmen, pengertian, dan penerimaan yang mendalam.
Sejak saat itu, aku belajar bahwa cinta memang seperti permen karet berlapis. Ada fase-fase yang berbeda, rasa yang berubah, dan tantangan yang harus dihadapi. Namun, jika kita bisa melewati setiap lapisan, menghargai setiap rasa, dan tetap berpegangan pada inti yang kuat, cinta itu akan terus ada, memberikan kesegaran dan kekuatan bahkan di saat-saat yang paling biasa.
Dan hingga kini, aroma mint dan manis permen karet berlapis masih menjadi pengingat yang lembut tentang Anya, tentang perjalanan cinta kami yang penuh warna, seperti lapisan-lapisan permen karet yang tak pernah benar-benar habis.
Comments
Post a Comment