Pelabuhan Tempatku Menanti

Angin laut berembus lembut, membawa aroma garam dan kebebasan yang tak pernah berubah. Di tepi dermaga kayu yang mulai lapuk, Aisyah berdiri menatap cakrawala. Laut terbentang luas di depannya, biru dan tenang, seolah menyimpan berjuta rahasia.

Setiap senja, ia selalu datang ke pelabuhan tua ini, berdiri di tempat yang sama, berharap melihat siluet kapal yang membawa seseorang yang sangat dirindukannya—Arman.

Dua tahun lalu, Arman pergi berlayar, menggapai mimpi menjadi pelaut yang bebas menjelajahi dunia. “Tunggu aku di sini, Sayang,” ucapnya sambil menggenggam tangan Aisyah erat-erat. “Aku pasti kembali, membawa kisah-kisah dari ujung dunia.”

Aisyah mengangguk, senyuman manis terukir di wajahnya. Ia percaya pada janji itu, percaya pada cinta yang mereka bagi. Sejak hari itu, pelabuhan tua ini menjadi tempatnya menanti, menyimpan rindu yang tak pernah padam.

Hari demi hari berlalu. Musim berganti, namun kabar dari Arman tak kunjung datang. Orang-orang mulai berbisik, mengatakan bahwa mungkin Arman telah melupakan janjinya. Namun Aisyah tetap teguh. Baginya, pelabuhan ini adalah saksi janji mereka.

Setiap senja, ia berdiri di sana, menatap laut yang membentang tanpa ujung. Ia berbicara pada angin, menyampaikan rindu dan doanya agar Arman kembali dengan selamat. Kadang-kadang, ia tersenyum membayangkan cerita-cerita petualangan yang akan didengarnya kelak.

Namun ada hari-hari di mana hatinya diselimuti kesepian. Ia merasakan angin laut yang dingin dan tajam, seolah-olah membawa kabar buruk. Di saat-saat seperti itu, ia teringat tatapan Arman saat berpisah—tatapan penuh harapan dan janji. Itu cukup membuatnya kuat untuk terus menanti.

Suatu senja, saat langit berwarna jingga kemerahan, Aisyah melihat sebuah kapal di kejauhan. Kapal itu perlahan mendekat, layarnya berkibar ditiup angin. Jantungnya berdegup kencang. Ia mengenali lambang di layar itu—kapal milik Arman.

Air matanya mengalir tanpa bisa ditahan. Ia berlari ke ujung dermaga, hatinya dipenuhi harapan yang tak lagi bisa dibendung. Saat kapal merapat, seorang pria dengan wajah yang tirus dan mata yang teduh melangkah turun. Arman berdiri di sana, dengan senyuman yang tak pernah berubah.

Aisyah terpaku, seakan tak percaya pada kenyataan di depannya. Arman berjalan mendekat, lalu merengkuhnya dalam pelukan hangat. “Maaf, aku lama sekali,” bisiknya lirih. “Ombak membawaku jauh, tapi hatiku selalu kembali padamu.”

Aisyah tak bisa berkata-kata. Semua rindu yang ia simpan selama ini seolah luruh dalam pelukan itu. Senja menjadi saksi bisu pertemuan mereka, di pelabuhan tempat Aisyah menanti dengan setia.

Di tempat itu, cinta mereka kembali bertaut, menghapus jarak yang pernah memisahkan. Pelabuhan tua itu tak lagi menjadi tempat menanti, melainkan tempat di mana cinta kembali berlabuh.

Cerpen ini hanya contoh, tentu saja Anda bisa mengembangkan dan memodifikasinya sesuai dengan imajinasi dan kreativitas Anda. Anda bisa menambahkan konflik, tokoh lain, atau mengubah latar cerita sesuai dengan keinginan Anda.

Comments

Popular posts from this blog

Fatamorgana

Penantian Tanpa Akhir

Ambiguitas dan Mimpi