Hanya Kau yang Aku Butuhkan
Di tengah hiruk pikuk kota Jakarta, hiduplah seorang gadis bernama Maya. Ia adalah seorang pekerja keras, fokus pada kariernya sebagai arsitek muda. Maya selalu percaya bahwa kesuksesan dan kemandirian adalah segalanya. Ia jarang memikirkan tentang cinta atau hubungan romantis.
Suatu hari, Maya ditugaskan untuk merenovasi sebuah rumah tua di pinggiran kota. Rumah itu milik seorang pria bernama Rian, seorang seniman lukis yang hidupnya dipenuhi dengan warna dan imajinasi. Rian adalah kebalikan dari Maya; ia santai, kreatif, dan sangat menghargai keindahan dalam hal-hal sederhana.
Awalnya, Maya dan Rian sering berdebat tentang desain dan konsep renovasi. Maya yang terbiasa dengan garis-garis tegas dan minimalis, kesulitan memahami visi Rian yang penuh warna dan ekspresi. Namun, seiring berjalannya waktu, Maya mulai melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda. Rian mengajarkannya untuk melihat keindahan dalam detail kecil, untuk menghargai seni, dan untuk menikmati hidup.
Rian, di sisi lain, terpesona oleh ketegasan dan dedikasi Maya. Ia melihat di balik tembok keras yang dibangun Maya, dan menemukan seorang wanita yang lembut dan penuh potensi. Ia mulai melukis Maya, menangkap ekspresi-ekspresi kecil yang seringkali terlewatkan oleh orang lain.
Suatu sore, saat hujan deras mengguyur Jakarta, Maya dan Rian terjebak di rumah tua itu. Mereka menghabiskan waktu berbicara tentang mimpi, ketakutan, dan harapan mereka. Maya menceritakan tentang masa lalunya, tentang bagaimana ia selalu merasa harus menjadi kuat dan mandiri. Rian mendengarkan dengan penuh perhatian, dan ia melihat luka di balik senyum Maya.
Rian kemudian menunjukkan lukisan-lukisan Maya yang telah ia buat. Maya terkejut melihat dirinya digambarkan dengan begitu indah dan penuh perasaan. Ia menyadari bahwa Rian melihatnya dengan cara yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Aku tidak pernah merasa dilihat seperti ini," kata Maya, matanya berkaca-kaca.
"Karena kau terlalu sibuk membangun tembok, Maya. Kau lupa bahwa ada orang yang ingin melihatmu apa adanya," jawab Rian.
Saat itu, Maya menyadari bahwa selama ini ia telah salah. Ia telah mengabaikan sisi lembut dan rapuh dalam dirinya. Ia telah melupakan arti cinta dan kebersamaan.
Hujan mulai mereda, dan matahari mulai menyinari rumah tua itu. Maya dan Rian berdiri di balkon, menatap langit yang berwarna-warni.
"Aku rasa, selama ini aku hanya membutuhkanmu, Rian," kata Maya, tersenyum.
Rian memeluk Maya dengan hangat. "Aku juga membutuhkanmu, Maya. Karena hanya kau yang aku butuhkan."
Mereka berdua tahu, bahwa cinta mereka telah tumbuh di antara garis-garis desain dan sapuan kuas. Mereka telah menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan, dan mereka tahu bahwa bersama, mereka bisa membangun rumah yang lebih dari sekadar bangunan fisik, tetapi juga rumah bagi hati mereka.
Comments
Post a Comment