Pengembara dan Pemandu

Seorang pengembara berjalan sendirian melintasi gurun yang luas. Matahari terik membakar kulitnya, dan pasir panas menyengat kakinya. Ia telah berjalan berhari-hari, mencari jalan keluar menuju negeri yang dijanjikan penuh kemakmuran. Namun, setiap arah yang ia tempuh hanya membawanya ke hamparan pasir yang tampak tak berujung.

Suatu hari, saat hampir putus asa, ia bertemu seorang pria tua berjubah putih yang berdiri di bawah bayangan sebuah batu besar.

"Kau tampak lelah, wahai pengembara. Ke mana tujuanmu?" tanya pria tua itu.

"Aku mencari negeri yang dijanjikan, tempat di mana air mengalir jernih dan tanahnya subur," jawab pengembara dengan suara parau.

Pria tua itu tersenyum. "Aku tahu jalan ke sana. Aku bisa membimbingmu, tetapi ada satu syarat."

"Apa syaratnya?" tanya pengembara dengan harapan menyala di matanya.

"Kau harus percaya dan mengikuti setiap arahanku tanpa ragu," jawab pria tua itu.

Pengembara mengangguk setuju. Maka, mereka mulai berjalan bersama. Namun, setelah beberapa waktu, pemandu itu membawanya ke jalur yang tampak lebih sulit—bukit pasir tinggi, jalan berbatu, dan daerah tandus yang tampak lebih berbahaya daripada jalur sebelumnya.

"Mengapa kita ke arah ini? Bukankah sebaiknya kita mencari jalan yang lebih mudah?" tanya pengembara dengan ragu.

Pria tua itu tetap melangkah tanpa menjawab.

Hari demi hari berlalu, dan perjalanan semakin berat. Pengembara mulai kehilangan kesabarannya. "Aku rasa kau hanya menyesatkanku! Aku akan mencari jalanku sendiri!" katanya dengan marah, lalu berjalan ke arah yang menurutnya lebih baik.

Namun, tak lama setelah itu, ia tersesat di lautan pasir yang lebih luas. Bekalnya habis, tenaganya terkuras, dan ia terjatuh ke tanah. Dengan napas tersengal, ia menyesali keputusannya.

Saat itulah, pemandu itu kembali menghampirinya. Dengan lembut, ia membantu pengembara bangkit. "Aku tidak pernah menyesatkanmu. Aku hanya membawamu ke jalan yang benar, meski tampak sulit di awal," katanya.

Dengan penuh penyesalan, pengembara itu akhirnya menyerahkan kepercayaannya sepenuhnya kepada pemandunya. Mereka kembali berjalan, dan beberapa hari kemudian, muncullah oasis hijau di kejauhan. Negeri yang dijanjikan ternyata lebih dekat dari yang ia kira.

Pesan moral:
Dalam hidup, terkadang kita merasa jalan yang sulit adalah jalan yang salah. Namun, jika kita mempercayai seseorang yang lebih berpengalaman dan bijak, kita bisa mencapai tujuan yang kita impikan, meskipun jalannya tak selalu mudah.

Comments

Popular posts from this blog

Fatamorgana

Penantian Tanpa Akhir

Ambiguitas dan Mimpi