Guna Guna Harta Warisan

"Guna-Guna Harta Warisan" adalah judul yang sangat menarik dan sarat makna. Judul ini langsung membangkitkan rasa penasaran dan mengisyaratkan adanya konflik, intrik, dan mungkin juga unsur supranatural.

Di sebuah desa terpencil, hiduplah sebuah keluarga besar yang kaya raya. Setelah kematian Pak Rahmat, sang kepala keluarga, harta warisan yang melimpah menjadi rebutan di antara anak-anaknya: Rina, Dani, dan Yuni.

Pak Rahmat dikenal sebagai orang yang bijaksana dan dermawan, namun kematiannya membawa keserakahan yang tersembunyi ke permukaan. Tak ada yang menyangka bahwa harta yang seharusnya menyatukan, justru menjadi sumber perpecahan.

Rina, anak sulung, merasa paling berhak atas sebagian besar harta karena dirinya yang merawat ayah mereka di masa tua. Dani, anak kedua, menganggap bahwa sebagai satu-satunya putra, ia lebih pantas mewarisi tanah dan rumah keluarga. Sedangkan Yuni, si bungsu, hanya ingin mendapatkan bagian yang cukup untuk melanjutkan hidupnya.

Pertengkaran demi pertengkaran terjadi. Setiap pertemuan keluarga berubah menjadi ajang saling tuduh dan caci maki. Hingga suatu hari, Rina jatuh sakit secara misterius. Tubuhnya lemas, wajahnya pucat, dan rambutnya rontok tanpa sebab yang jelas.

Tak lama kemudian, Dani mulai sering mengalami mimpi buruk. Dalam tidurnya, ia selalu melihat bayangan hitam yang mencekiknya hingga terbangun dengan keringat dingin. Sementara Yuni mendengar bisikan aneh di rumahnya, seolah-olah ada yang mengikutinya kemanapun ia pergi.

Mereka mulai merasa ketakutan. Ketiganya memutuskan untuk menemui seorang dukun di desa sebelah, Mbok Sumi, yang dikenal dapat melihat hal-hal gaib.

Saat mereka tiba di rumah Mbok Sumi, wanita tua itu langsung berkata tanpa mereka menjelaskan apapun, “Harta yang kalian perebutkan telah dikutuk. Seseorang telah menggunakan guna-guna untuk membuat kalian menderita.”

Wajah mereka memucat. “Siapa yang tega melakukan itu?” tanya Rina dengan suara bergetar.

Mbok Sumi menutup matanya, melantunkan doa dan mantra. Setelah beberapa saat, ia membuka mata dan berkata, “Ini bukan perbuatan orang jauh. Ada di antara kalian yang ingin memiliki semuanya.”

Mereka saling pandang curiga. Hati mereka dipenuhi prasangka. Tapi sebelum mereka bisa bertanya lebih jauh, lampu minyak di rumah Mbok Sumi tiba-tiba padam. Angin dingin berhembus, dan suara tawa menyeramkan terdengar menggema.

“Sudah terlambat...” bisik suara itu. Bayangan hitam muncul dari sudut ruangan, membentuk sosok tinggi kurus dengan mata merah menyala. “Kalian yang tamak akan saling menghancurkan... Aku hanya membantu memenuhi keinginan kalian.”

Ketiganya mundur ketakutan. Sosok itu perlahan menghilang, menyisakan hawa dingin yang menusuk tulang.

Mbok Sumi menyalakan kembali lampu minyak dan berkata, “Satu-satunya cara untuk menghentikan ini adalah dengan menghentikan pertikaian. Bagilah harta warisan itu dengan ikhlas, tanpa rasa serakah.”

Mereka sadar, keserakahan merekalah yang membuka jalan bagi kekuatan jahat untuk menguasai hidup mereka. Dengan berat hati, mereka sepakat untuk membagi harta secara adil dan berhenti saling membenci.

Sejak saat itu, penyakit Rina perlahan sembuh, mimpi buruk Dani menghilang, dan Yuni tak lagi mendengar bisikan aneh.

Namun, mereka tak akan pernah melupakan ketakutan yang mereka alami. Harta warisan yang semula mereka anggap sebagai berkah, nyaris menghancurkan hidup mereka karena keserakahan.

TAMAT

Cerita ini mengajarkan bahwa harta benda bisa menjadi kutukan jika diiringi dengan keserakahan dan kebencian. Warisan sejati adalah kebersamaan dan kedamaian dalam keluarga.

Comments

Popular posts from this blog

Fatamorgana

Penantian Tanpa Akhir

Ambiguitas dan Mimpi